SGOT

All posts tagged SGOT

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PREEKLAMPSIA

Published 10 Desember 2012 by Midwife Rizqi Dyan

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1              Latar Belakang

Preeklamsia dan eklamsia merupakan suatu komplikasi dari hipertensi pada ibu hamil. Dan preeklamsia dapat dibagi lagi menjadi preeklamsia ringan dan berat. Di indonesia, setelah perdarahan dan infeksi preeklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Kekurangan gizi hingga kini masih menjadi masalah besar bagi dunia ketiga, termasuk indonesia. Masalah gizi menjadi serius sebab akan berdampak pada melemahnya daya saing bangsa akibat tingginya angka kesakitan dan kematian , serta timbulnya gangguan kecerdasan dan kognitif anak. Golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, bayi, dan balita. Kecenderungan semakin tingginya angka kekurangan energi protein pada ibu hamil akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian ibu serta ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi yang lahir dengan berat 2500 gram rentan terhadap gangguan pertumbuhan dan kecerdasan. Anak yang kekurangan gizi saat lahir atau semasa bayi berisiko terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus pada masa dewasa. Resiko kematian akibat kekurangan gizi juga lebih besar, justru dalam usia produktif. Pada kehamilan, selain terjadi perubahan psikologis, juga fisiologi.
Oleh karena itu, menegakkan diagnosis dini pre eklamsia dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi eklamsia merupakan tujuan pengobatan. Diperkirakan pre eklamsia terjadi 5 % kehamilan, lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama. Juga pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi atau menderita penyakit pembuluh darah. Preeklamsia dan eklamsia merupakan suatu komplikasi dari hipertensi pada ibu hamil. Dan preeklamsia dapat dibagi lagi menjadi preeklamsia ringan dan berat. Di indonesia, setelah perdarahan dan infeksi preeklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Kekurangan gizi hingga kini masih menjadi masalah besar bagi dunia ketiga, termasuk indonesia. Masalah gizi menjadi serius sebab akan berdampak pada melemahnya daya saing bangsa akibat tingginya angka kesakitan dan kematian , serta timbulnya gangguan kecerdasan dan kognitif anak. Golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, bayi, dan balita. Kecenderungan semakin tingginya angka kekurangan energi protein pada ibu hamil akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian ibu serta ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi yang lahir dengan berat 2500 gram rentan terhadap gangguan pertumbuhan dan kecerdasan. Anak yang kekurangan gizi saat lahir atau semasa bayi berisiko terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus pada masa dewasa. Resiko kematian akibat kekurangan gizi juga lebih besar, justru dalam usia produktif. Pada kehamilan, selain terjadi perubahan psikologis, juga fisiologi. Oleh karena itu, menegakkan diagnosis dini pre eklamsia dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi eklamsia merupakan tujuan pengobatan. Diperkirakan pre eklamsia terjadi 5 % kehamilan, lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama. Juga pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi atau menderita penyakit pembuluh darah.

 

1.2              Rumusan Masalah

1.2.1    Apakah pengertian preeklamsi dan eklampsia?

1.2.2    Bagaimana etiologi preeklampsi dan eklampsi ?

1.2.3    Bagaimana patofisiologi preeklampsi dan eklampsi ?

1.2.4    Bagaimana tanda gejala preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan ?

1.2.5    Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada preeklamsi dan eklamsi pada          kehamilan ?

1.2.6    Bagaimana pengobatan/penanganan preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan ?

1.2.7    Apa saja komplikasi preeklampsia dan eklampsi ?

 

1.3              Tujuan

1.3.1        Tujuan Umum

Untuk dapat mengetahui serta dapat memahami mengenai permasalahan dalam penyakit preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan serta upaya penanggulangannya

1.3.2        Tujuan Khusus

1.3.2.1      Untuk mengetahui pengertian dari penyakit preeklamsi dan       eklamsi pada kehamilan

1.3.2.2      Untuk mengetahui tanda dan gejala preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan

1.3.2.3      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada penyakit preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan

1.3.2.4      Untuk mengetahui pengobatan penyakit preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan

1.4              Manfaat

1.4.1    Diharapkan mahasiswa mengetahui tentang preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan

1.4.2    Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang pemeriksaan diagnostik preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan

 

 

BAB 2

PEMBAHASAN

 

2.1    Definisi

2.1.1  Preeklamsi

Pre-eklampsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,edema,dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (prof. Dr. Hanifa wiknjosastro, DSOG,dkk,1999:282)

2.1.2  Eklamsi

Ekslampsia merupakan penyakit akut dengan kejang-kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam masa nifas disertai dengan hipertensi,edema,dan proteinuria (PUSDIKNAKES,Depkes RI, 1990;9).

 

2.2    Etiologi

Penyebab preeklamsia dan eklampsia secara pasti belum di ketahui.
Teori yang bayak di kemukakan sebagai penyebabnya adalah adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke plasenta. Faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara lain :

  1. Diabetes militus
  2. Gangguan ginjal kronik
  3. Hipertensi
  4. Molahydatidosa
  5. Polyhydramnion
  6. Primi grapida tua

 

2.3  Patofisiologi

Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.

Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada  beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan . Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi  pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun.

Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang  akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.

Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

 

2.4. Tanda dan Gejala

2.4.1Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala:

  • Penambahan berat badan yang berlebihan → terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali
  • Edema → peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
  • Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
  • Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg ATAU
  • Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU
  • Tekanan diastolik > 15 mmHg
  • Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat PE.

Pada kehamilan dengan pre eklamsia dapat terjadi tekanan intra uterin atau kelainan pada pembuluh darah sehingga aliran darah di uteri plasenta terganggu yang akibatnya terjadi iskemia uteri. Hal ini dapat menimbulkan pengeluaran renin dan terjadi penurunan aliran darah dari uterus mengalir ke seluruh tubuh ibu dalam merangsang angiotensi I dan II yang mempunyai khasiat dalam spasme pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi.

  • Protein urine
    • ProteinuriaTerdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU pemeriksaan kualitatif +1 / +2.
    • Kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin porsi tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

2.4.2        Diagnosis preeklampsia berat (PEB) bila ada gejala:

  • TD sistolik ≥ 160 mmHg ATAU diastolik ≥ 110 mmHg
  • Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup
  • Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam)
  • Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
  • Nyeri epigastrium dan ikterus
  • Edema paru atau sianosis
  • Trombositopenia
  • Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

2.4.3   Diagnosis eklampsia:

  • Gejala-gejala preeklampsi disertai kejang atau koma

 

2.5            Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:

1)   Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn hapusan darah, penurunan hemoglobin( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ), hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ), trombosit menurun( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3). Hematokrit merupakan volume eritrosit per 100 mL dinyatakan dalam %. Peningkatan hematokrit biasanya terjadi pada :

  • • Hemokonsentrasi
    • PPOK
    • Gagal jantung kongesif
    • Perokok
    • Preeklampsia
    Penurunan hematokrit biasanya terjadi pada :
    • Anemia
    • Leukimia
    • Hipertiroid
    • Penyakit Hati Kronis
    • Hemolisis (reaksi terhadap transfusi, reaksi kimia, infeksi, terbakar, pacu jantung buatan)
    • Penyakit sistemik (Kanker, Lupus, Sarcoidosis)

Trombosit dalam sirkulasi normalnya bertahan 1 minggu. Trombosit membantu pembekuan darah dan menjaga integritas vaskular. Beberapa kelainan morfologi trombosit antara lain giant platelet (trombosit raksasa) dan platelet clumping (trombosit bergerombol). Trombosit yang tinggi disebut trombositosis, pada sebagian orang tidak muncul keluhan, namun pada sebagian orang yang lain menimbulkan myeloproliferative disorder. Trombosit rendah (trombositopenia) dapat ditemukan pada sindrom HELLP, demam berdarah, koagulasi intravaskular diseminata (KID/DIC), supresi sumsum tulang, idiopatik trombositopenia purpura (ITP) dll.

2)   Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

Kenaikan berat badan dan edema yng di sebabkan penimbunan cairan yang berlebih dalam ruang instertisial belum diketahui sebabnya. Pada pre eklamsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi garam dan natrium. Pada pre eklamsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

3)   Pemeriksaan fungsi hati

  • Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
  • LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
  • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
  • Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45)
  • Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
  • Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

 

2.6         Penanganan

2.6.1  Preeklampsia Ringan (PER)

  • Pastikan usia kehamilan, kematangan serviks dan kemungkinan PJT.
  • Pasien rawat jalan:
    • Anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur > 8 jam malam hari. Bila susah tidur dapat diberikan fenobarbital 1 – 2 x 30 mg atau asetosal 1 x 80 mg.
    • Kunjungan ulang 1 minggu kemudian, periksa perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin (keluhan subyektif, peningkatan BB berlebihan, kenaikan TD, melakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan terutama protein urin).
    • Rawat apabila:
      • Tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rawat jalan, BB meningkat berlebihan (> 1 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut) atau tampak tanda-tanda PEB.
      • Beri obat antihipertensi metildopa 3 x 125 mg (dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 1500 mg), nifedipin 3 – 8 x 15 – 10 mg atau Adalat Retard® 2 – 3 x 20 mg atau pindolol 1- 3 x 5 mg (dosis maksimal 30 mg). Tidak perlu diberikan diet rendah garam dan jangan diberikan diuretik.
      • Bila keadaan ibu membaik dan TD dapat dipertahankan 140 – 150/90 – 110 mmHg:
        • Tunggu persalinan sampai aterm (berobat jalan) dan periksa tiap minggu.
        • Kurangi dosis obat hingga tercapai dosis optimal. BIla TD sulit dikendalikan, berikan kombinasi obat. TD tidak boleh < 120/80 mmHg.
        • Tunggu pengakhiran kehamilan sampai 40 minggu, kecuali terdapat PJT, kelainan fungsi hepar/ginjal dan peningkatan proteinuria (± 3). Pada kehamilan > 37 minggu dengan serviks matang, lakukan induksi persalinan (spontan atau dipercepat dengan ekstraksi).

2.6.2  Preeklampsia Berat (PEB)

  • Tujuan pengobatan: mencegah kejang, memulihkan organ vital, melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.
  • Segera rawat di RS dengan penanganan awal:
    • Berikan MgSO4 dalam infus dekstrosa 5% kecepatan 15 – 20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2 g IV dalam 10 menit, selanjutnya 2 g/jam drip sampai TD stabil (140 – 150/90 – 100 mmHg). Berikan sampai 24 jam pascapersalinan, hentikan bila 6 jam pascapersalinan ada perbaikan nyata atau ada tanda-tanda intoksikasi. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella kuat, RR > 16x/menit dan diuresis >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/kgBB/jam). Harus tersedia antidot MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10 % yang dapat segera diberikan IV dalam 3 menit. Pantau TD, suhu, perasaan panas dan wajah merah selama pemberian MgSO4.
    • Berikan nifedipin 3 – 4 x 10 mg oral. Bila pada jam ke-4 tekanan diastolik belum turun sampai 20 %, berikan tambahan 10 mg oral (dosis max 80 mg/hari). Bila tekanan diastolik meningkat ≥ 110 mmHg, berikan tambahan sublingual (tujuannya untuk penurunan TD 20% dalam 6 jam, kemudian diharapkan menjadi stabil (140 – 150/90 – 100 mmHg). Bila sulit dikendalikan, dapat dikombinasi dengan pindolol.
    • Periksa TD, FN, RR tiap jam. Pasang kateter dan kantong urin. Ukur urin setiap 6 jam, bila < 100 ml/4 jam, kurangi dosis MgSO4 menjadi 1 g/jam.
    • Lakukan USG dan CTG (minimal 2 x/24 jam)
    • Penanganan lanjutan:
      • Konservatif  bila kehamilan < 35 minggu tanpa impending eklampsia dan gawat janin. Prinsip terapi serupa dengan yang akitf, hanya tidak dilakukan terminasi kehamilan. Pemberian MgSO4 2 mg IV dilanjutkan 2 g/jam drip dalam infus dekstrosa 5% 500 ml/6 jam dapat dihentikan bila ada tanda-tanda PER, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila tidak ada perbaikan ATAU dalam 6 jam pengobatan terdapat peningkatan TD, terapi dianggap gagal dan lakukan terminasi kehamilan.
      • Penanganan aktif  kehamilan ≥ 35 minggu, impending eklampsia, terapi konservatif gagal, gawat janin, PJT dan sindrom HELLP.
      • CTG:
        • Fungsi dinamik janin plasenta baik (reaktif, ketuban cukup, gerak napas baik, tidak ada deselerasi lambat, tidak ada PJT, skor > 5) partus pervaginam.
        • Bila kurang baik  seksio (SC).
        • Induksi:
          • Dengan kateter Folley, amniotomi, prostaglandin E2 atau infus oksitosin (5 IU dalam 500 ml glukosa 5% dimulai dengan 4 tetes, naikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his 2-3 x/10 menit, max 20 tetes/menit supaya tidak terjada edema paru)
          • Kala 2:
            • Partus spontan  bila tidak perlu meneran terlalu kuat dan TD terkendali. Periksa TD tiap 10 menit.
            • Vakum/forsep  bila persalinan tidak lancar, janin tidak lahir dalam 15 menit, pasien terpaksa meneran kuat, atau ada indikasi gawat janin.
          • Saat bayi lahir:
            • Berikan oksitosin 10 IU IM pada ibu agar perdarahan minimal.
            • Lahirkan plasenta bila kontraksi maksimal dan terdapat tanda lepasnya plasenta.
            • Perdarahan > 400 ml kompresi bimanual + ergometrin 0,1 mg IM.
          • Pascapersalinan:
            • Infus tidak boleh lebih dari 60 ml/jam karena ibu bisa makan-minum + bahaya edema paru
            • Makanan  protein 1,5g/kgBB. Bila uremia à protein 0,6 g/kgBB.
          • Ada edema paru, payah jantung kongestif, edema anasarka:
            • Diuretik  furosemid 40 mg
            • O2 nasal kanul 4 – 6 l/menit
            • AGD  untuk koreksi asidosis
            • Nifedipin + O2 + posisi setengah duduk + furosemid bolus à TD dan beban jantung berkurang
            • Ada payah jantung  digitalis
            • Tidak ada perbaikan dalam 6 jam, PCO2 > 70 mmHg dan PO2 < 60 mmHg  ventilasi mekanik
          • Obat suportif:
            • Suhu rektal > 38, 5OC à antipiretik + kompres dingin/alkohol
            • Antibiotik  atas indikasi
            • Antinyeri  petidin HCl 50 – 70 mg 1x selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir bila pasien gelisah atau kesakitan karena kontraksi rahim
          • SC:
            • Anestesi umum N2O à keuntungan: relaksasi sedasi ibu + dampak relatif kecil pada janin
            • Anestesi epidural/spinal  bila tidak ada tanda DIC
            • Anestesi lokal  indikasi terminasi segera dengan keadaan ibu kurang baik

2.6.3  Eklampsia

  • Harus ditangani di rumah sakit
  • Pengobatan awal sebelum merujuk ke RS (mengatasi kejang dan hipertensi):
    • O2 4 – 6 l/menit
    • Infus dekstrosa 5% 500 ml/6 jam 20 tetes/menit
    • Pasang kateter urin
    • Pasang goedel/spatel
    • Bahu diganjal dengan kain setebal 5 cm agar leher defleksi sedikit
    • Posisi tempat tidur sedikit fowler agar kepala tetap tinggi
    • Fiksasi pasien agar tidak jatuh
    • Di RS:
      • MgSO4 2 g IV dalam 10 menit, selanjutnya 2 g/jam drip sampai TD stabil (140 – 150/90 – 100 mmHg). Bila belum stabil, obat tetap diberikan
      • Kejang à dosis tambahan MgSO42 g IV minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan sekali saja. Bila tetap kejang à amobarbital 3 – 5 mg/kgBB IV perlahan ATAU fenobarbital 250 mg IM ATAU diazepam 10 mg IV.
      • Bila kontraindikasi MgSO4 :
      • Diazepam: dosis awal 20 mg IM ATAU 10 mg IV perlahan dalam 1 menit / lebih. Dosis maintenance dekstrosa 5% 500 ml + 40 mg diazepam 20 tetes/menit, dosis max 2000 ml/24 jam. Pemberian diazepam lebih disukai pada eklampsia puerperalis karena pada dosis tinggi menyebabkan hipotonia neonatus.
      • Fenobarbital: 120 – 240 mg IV perlahan (60 mg/menit), dosis max 1000 mg.
        • Koma  monitor kesadaran dengan GCS
        • Obat suportif  sama dengan PEB
        • Penanganan obstetri:
        • Terminasi kehamilan tanpa melihat usia kehamilan dan keadaan janin
        • Terminasi kehamilan bila sudah terjadi pemulihan hemodinamika dan metabolisme ibu  4 – 8 jam setelah pemberian obat antikejang dan antihipertensi terakhir, setelah kejang terakhir, atau setelah pasien sadar.
        • Cara terminasi  sama dengan PEB.
          • Pascapersalinan:
          • Lanjutkan MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau selama TD belum dapat dikendalikan.
          • Pasien dengan penurunan kesadaran (belum bisa makan) kalori 1500 kal IV atau NGT dalam 24 jam

 

2.7     Komplikasi

Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada preeklamsia dan eklampsia:
1. Solusio plasenta
2. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis
3. Pendarahan otak
4. Siendrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet
5. Kematian ibu dan janin.
6. Hypofibrinogenemia
7. Kelainan mata
8. Nekrosif hati.
9. Kelainan ginjal.
10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina

BAB 3

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Pre-eklampsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,edema,dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Ekslampsia merupakan penyakit akut dengan kejang-kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam masa nifas disertai dengan hipertensi,edema,dan proteinuria.

Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala:

  • Penambahan berat badan yang berlebihan → terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali
  • Edema → peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
  • Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
  • Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg ATAU
  • Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU
  • Tekanan diastolik > 15 mmHg
  • Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat PE.
  • Protein urine.
    • ProteinuriaTerdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU pemeriksaan kualitatif +1 / +2.
    • Kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin porsi tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:

1)   Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn hapusan darah, penurunan hemoglobin( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ), hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ), trombosit menurun( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3).

2)   Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

3)   Pemeriksaan fungsi hati

  • Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
  • LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
  • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
  • Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45)
  • Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
  • Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

 

3.2       Saran

Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang Penyakit preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan, disini penulis meminta kritik dan saran yang membangun.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memperluas pengetahuan bagi pembaca.