protein urine

All posts tagged protein urine

PREEKLAMPSIA & EKLAMPSIA

Published 16 Januari 2013 by Midwife Rizqi Dyan

2.1 Konsep Dasar Preeklampsia & Eklampsia
2.1.1 Definisi
Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi edema dan protein usia yang timbul karena kehamilan dan umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan (Sarwono, 2002:282).
Pre eklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer Arif, 2000:270).
Pre eklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Pre eklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Pre eklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).
Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda hipertensi dan proteinuria yang muncul setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi kronis.
Pada penderita pre eklampsia yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang. Pre eklampsia yang disertai tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending eklampsia atau imminent eklampsia (Saifuddin, Abdul Bari.2009:550). Sedangkan sumber lain menyebutkan, impending eklampsia adalah gejala PEB yang disertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progresif. Kasus ini ditangani sebagai kasus eklampsia.
2.1.2 Etiologi
Penyebab pasti Preeklampsia masih belum jelas. Hipotesa faktor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Genetic
2. Imunologik
3. Gizi
4. Infeksi
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan “The disease of theory” adapun teori-teori tersebut antara lain:
1) Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Prostasiklin merupakan vasodilator yang poten dan menghambat agregasi platelet, sedangkan tromboksan berefek sebaliknya. Dengan demikian penurunan prostasikin oleh karena kerusakan endotel berpotensi menimbulkan trombosis melalui agregasi platelet dan vasokontriksi pembuluh darah.
2) Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna. Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum. Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada Preeklampsia.
3) Peran faktor genetik / familial
Beberapa bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).
Walaupun penyebab pasti Preeklampsia tetap tidak jelas, banyak teori memusatkan masalah pada impantasi plasenta dan level invasi trofoblas. Penting diingat bahwa walaupun hipertensi dan proteinuria adalah kriteria diagnostik Preeklampsia, kedua hal ini hanyalah symptom / gejala dari perubahan-perubahan patofisiologi yang muncul pada kelainan ini. Salah satu perubakan patofisiologi yang paling menonjol adalah vasospasme sistemik yang sangat nyata yang bertanggung jawab terhadap penurunan perfusi semua system organ. Perfusi juga berkurang karena hemokonsentrasi vaskuler dan pengeluaran cairan ke rongga ketiga. Selain itu, Preeklampsia disertai oleh respon inflamasi berlebihan dan aktivasi endotel yang tidak tepat.
Alih-alih hanya “satu penyakit,” preeklampsia tampaknya merupakan puncak dari faktor-faktor yang mungkin melibatkan sejumlah faktor ibu, plasenta, dan janin. Yang sedang dipertimbangkan termasuk penting antara lain adalah:
1) Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal pembuluh rahim.
Dalam implantasi normal, diperlihatkan pada gambar di bawah, arteriola spiral rahim mengalami renovasi luas karena diinvasi oleh trophoblasts endovascular. Sel-sel ini menggantikan sel-sel lapisan endotel dan otot pembuluh darah untuk memperbesar diameter pembuluh darah.
Vena hanya diinvasi pada superfisial. Pada preeklampsia, mungkin ada invasi trofoblas yang tidak lengkap. Dengan invasi dangkal seperti itu, pembuluh desidua, tetapi tidak pembuluh miometrium, menjadi berjajar dengan trophoblasts endovascular. Arteriola miometrium tidak kehilangan lapisan endotel dan jaringan musculoelastic, dan diameter eksternal nya hanya setengah dari pembuluh darah di plasenta normal (Fisher dan rekan, 2009). Madazli dan rekan (2000) menunjukkan bahwa besarnya invasi trofoblas rusak dari arteri spiralis berkorelasi dengan keparahan gangguan hipertensi.

Gambar 2.1 A. Implantasi normal plasenta menunjukkan proliferasi trophoblasts ekstravili dari vilus-vilus yang menahannya. Trophoblasts ini menyerang desidua dan memperpanjang ke dinding arteriola spiral untuk menggantikan endotelium dan dinding otot. Renovasi ini akan menciptakan sebuah pembuluh dengan resistensi rendah yang melebar. B. Pembatasan plasenta pada kehamilan preeklampsia atau janin-pertumbuhan menunjukkan implantasi yang cacat. Hal ini ditandai dengan invasi lengkap spiral dinding arteriolar oleh trophoblasts ekstravili dan hasil dalam sebuah pembuluh kaliber kecil dengan tahanan tinggi.

2) Imunologi maladaptive toleransi antara ibu, ayah (plasenta), dan jaringan janin
Beberapa teori mengatakan adanya toleransi Ibu yang kebal terhadap antigen plasenta yang berasal dari ayah dan janin. Hilangnya toleransi ini, atau mungkin disregulasi, adalah teori lain untuk sindroma preeklampsia. Beberapa faktor-faktor ini ditunjukkan pada Tabel di bawah ini
Beberapa Contoh Faktor Immunogenetic Warisan Yang Dapat Mengubah Genotipe Dan Ekspresi Fenotip Di Preeklampsia
– “Imunisasi” dari kehamilan sebelumnya
– Mewarisi haplotype untuk HLA-A,-B,-D,-IA, II
– Mewarisi haplotype untuk NK-sel reseptor-pembunuh-juga disebut imunoglobulin-seperti reseptor-KIR
3) Aktivasi sel endotel
Dalam banyak hal, perubahan inflamasi dianggap merupakan kelanjutan dari tahap 1. Perubahan yang disebabkan oleh cacat plasenta telah dibahas di atas. Sebagai respon faktor plasenta dirilis oleh perubahan iskemik atau oleh penyebab lain, serangkaian peristiwa digerakkan (Taylor dan rekan, 2009). Jadi, faktor antiangiogenic dan metabolik dan mediator inflamasi lainnya diperkirakan memprovokasi cedera sel endotel.

4) Faktor genetik termasuk warisan predisposisi gen serta pengaruh epigenetic
Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11 sampai 37 persen untuk saudara wanita preeklampsia dan 22-47 persen dalam studi kembar.
Kecenderungan ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap seluruh sistem organ. Dengan demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan sindrom preeklampsia akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan sebelumnya (konsep dua tahap dalam Preeklampsia sebagai Penyakit Dua-Tahap). Dalam hal ini ekspresi, fenotipik akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan faktor lingkungan.

2.1.3 Faktor Risiko
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
1) Riwayat preeklampsia, seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan preeklampsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda, pre eklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu, wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.
2.1.4 Patofisiologi

2.1.5 Komplikasi

a. Komplikasi pada ibu
 Atonia uteri
 Sindrom hellp(hemolysis,elevated liver enzymes,low platelet count)
 Ablasi retina
 Gagal jantung
 Syok dan kematian
b. Komplikasi pada janin
 Pertumbuhan janin terhambat
 Prematuritas
 Kematian janin
 Solusio plasenta
2.1.6 Klasifikasi pre ekalmpsia
2.1.6.1 Pre Eklampsia Ringan
1. Pengertian
Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
2. Patofisiologi
Penyebab pre eklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
3. Gejala Klinis
Gejala klinis pre eklampsia ringan meliputi :
a. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih; diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg; diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b. Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2).
c. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
4. Pemeriksaan dan Diagnosis
a. Kehamilan lebih 20 minggu.
b. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
c. Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
d. Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++).
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien pre eklampsia ringan :
1) Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).
2) Diit biasa
3) Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oralselama 7 hari.
4) Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
5) Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien pre eklampsia ringan berdasarkan kriteria:
1) Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejala-gejala pre eklampsia.
2) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu).
3) Timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-tanda pre eklampsia berat
4) Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka pre
eklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.
5) Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama dua hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
c. Perawatan obstetri pasien pre eklampsia ringan :
1) Kehamilan preterm (<37 minggu), dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
a. Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
b. Lebih banyak istirahat
c. Diet biasa
d. Tidak perlu diberi obat-obatan
e. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
• Diet biasa
• Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1 x sehari
• Tidak perlu obat-obatan
• Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut.
• Jika tekanan darah diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan:
*nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda pre eklampsia berat
*kontrol 2 kali seminggu
*jika tekanan diastolik naik lagi maka rawat kembali
• Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan maka harus tetap dirawat
• Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan
• Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai pre eklampsia berat
2) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih), pertimbangkan terminasi kehamilan
a. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5IU dalam 500ml dekstrose IV 10 tetes/mnt atau dengan prostaglandin
b. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau terminasi dengan seksio sesarea.
c. Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan
3) Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan. Bila perlu memperpendek kala II.

2.1.6.2 Pre Eklampsia Berat
1. Pengertian
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
2. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST & USG).
1. Indikasi (salah satu atau lebih)
a. Ibu
• Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
• Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
b. Janin
• Hasil fetal assesment jelek (NST & USG)
• Adanya tanda IUGR
c. Laboratorium
Adanya “HELLP syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
2. Pengobatan Medisinal
Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat yaitu :
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Antasida
e. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
f. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
g. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
h. Antihipertensi diberikan bila:
1) Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib Bakri, 1997)
3. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
4. Lain-lain:
a. Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.
b. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
c. Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
d. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
5. Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
b. Refleks patella positif kuat
c. Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
d. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
MgSO4 dihentikan bila:
a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat:
• Hentikan pemberian magnesium sulfat
• Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
• Berikan oksigen.
• Lakukan pernapasan buatan.
c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
6. Pengobatan Obstetrik
a. Cara Terminasi Kehamilan yang Belum Inpartu
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
2. Seksio sesaria bila :
a. Fetal assesment jelek
b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
b. Cara Terminasi Kehamilan yang Sudah Inpartu
Kala I
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
2. Fase aktif:
3. Amniotomi saja
4. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.
a. Indikasi
Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan
aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong
kanan.
c. Pengobatan obstetri :
1. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.
4. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous
d. Penderita dipulangkan bila:
1. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
2. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
2.1.6.3 Eklampsia
1. Pengertian
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.
2. Patofisiologi
Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut.
3. Gejala Klinis
a. Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinnan atau masa nifas
b. Tanda-tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
c. Kejang-kejang dan/atau koma
d. Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.
4. Pemeriksaan dan diagnosis
a. Berdasarkan gejala klinis di atas
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Adanya protein dalam urin
2) Fungsi organ hepar, ginjal, dan jantung
3) Fungsi hematologi / hemostasis
c. Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu
1) Kardiologi
2) Optalmologi
3) Neurologi
4) Anestesiologi
5. Diagnosis Banding
Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab – sebab yang lain misalnya :
a. Epilepsi
b. Meningitis / ensefalitis ( pungsi lumbal)
6. Penyulit
a. Ibu :
1) Perdarahan serebral
2) Edema paru
3) Gagal ginjal
4) Payah jantung
5) Ablasio retina
6) Sindroma HELLP
7) DIC
b. Anak :
1) Prematuritas
2) IUGR
3) Gawat janin
4) Kematian janin dalam rahim
7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :
a. Beri obat anti konvulsan
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. aspirasi mulut dan tenggorokan
e. baringkan pasien pada sisi kiri
f. posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
g. berikan oksigen 4 – 6 liter / menit.

8. Pengobatan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan pengobatan di rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.
Konsep pengobatannya :
a. Menghindari terjadinya :
• Kejang berulang
• Mengurangi koma
• Meningkatkan jumlah dieresis
b. Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
• Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
• Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai 20 mgr
c. Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:
• Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
• Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
• Hindari terjadinya trauma tambahan

9. Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :
a. Kamar isolasi
– Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
– Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
– Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas
b. Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
– Sistem stroganof
– Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
– Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah, mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
– Diazepam atau valium
– Litik koktil

c. Pemilihan metode persalinan
Pilihan pervaginam diutamakan :
– Dapat didahului dengan induksi persalinan
– Bahaya persalinan ringan
– Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban, mempercepat pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.
– Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
– Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika

d. Pertimbangan seksio sesarea :
– Gagal induksi persalinan pervaginam
– Gagal pengobatan konservatif

2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Eklampsia
2.2.1 Pengkajian
Dilakukan pada tanggal : … … Jam : … …
1. Data Subjektif
a. Biodata
Nama : Untuk memanggil, mengenal dan menghindari kekeliruan
Umur : Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , 35 tahun. Umur kurang dari 19 tahun, uterus belum berkembang dengan sempurna masih terdapat kekurangan estrogen dan progesterone. Umur lebih dari 35 tahun uterus sudah terjadi degenerasi, potensial terjadi keguguran. Hormone estrogen dan progesterone sudah mulai menurun.
Agama : Untuk mengetahui kepercayaan ibu pada saat memberikan asuhan atau bimbingan doa pada saat menghadapi komplikasi atau kegawatan.
Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu pada saat konseling
Pekerjaan : Pekerjaan suami untuk mengetahui status ekonomi, sedang pekerjaan ibu untuk mengkaji aktivitas ibu sehari-hari yang mungkin berpengaruh terhadap proses persalinan dan kualitas hasil konsepsi.
Alamat : Untuk mengetahui alamat ibu jika sewaktu-waktu ada masalah, bisa langsung menghubungi keluarga di rumah.
b. Alasan datang
Adanya bengkak pada kaki, tangan dan wajah yang tidak hilang walaupun sudah istirahat dengan kaki ditinggalkan. Pusing dan pandangan berkunang-kunang muncul secara mendadak. Serta nyeri pada ulu hati, merasa kenceng-kenceng sejak jam……., ketuban sudah pecah atau belum.
c. Keluhan Utama
Kejang atau koma dan sebelumnya telah ada tanda – tanda preeklampsia.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit kronis seperti hipertensi dapat menjadi factor resiko munculnya Preeklampsi pada kehamilan lanjut.
e. Riwayat kesehatan sekarang
Penyakit hipertensi yang diderita ibu pada saat ini bisa menjadi factor resiko terjadinya Preeklampsi pada kehamilan
f. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya penyakit hipertensi pada keluarga terutama dari garis keturunan ibu dapat menjadi factor resiko terjadinya hipertensi. Adanya riwayat kembar dalam keluarga juga dapat meningkatkan fakto resiko, karena gemeli menyebabkan plasenta tumbuh lebih besar daripada kehamilan normal.
g. Riwayat haid
Amenorhoe dan HPHT menentukan diagnosa apakah UK sesuai untuk diagnose eklampsi. Factor resiko eklampsi meningkat dengan semakin tuanya kehamilan. Biasanya terjadi pada UK lebih dari 20 minggu.
h. Riwayat perkawinan.
Ibu yang hamil di luar nikah dapat menimbulkan tekakan psikologis.
i. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Kehamilan : Kehamilan sebelumnya menderita eklampsi merupakan factor predesposisi terjadinya eklampsi pada kehamilan berikutnya.
Persalinan : Kejadian eklampsi pada persalinan juga meningkatkan factor resiko
Nifas : Pada masa nifas yang lalu apakah terjadi komplikasi eklampsi
j. Riwayat kehamilan sekarang
Keluhan utama untuk Preeklampsi adalah adanya bengkak pada kaki, tangan dan wajah yang tidak hilang walaupun sudah istirahat dengan kaki ditinggikan, pusing dan pandangan berkunang-kunang yang muncul secara mendadak. Serta nyeri pada ulu hati. Kehamilan ganda, hidramnion. Mola hidatidosa atau primigravida juga meningkatkan factor resiko Preeklampsi.
Keteraturan ANC merupakan deteksi dini adanya komplikasi dan mempercepat rujukan.
Apakah ibu masih merasakan gerakan janin atau tidak, karena komplikasi dari Preeklampsi adalah adanya gawat janin.
k. Riwayat KB
Ibu yang sebelumnya mengikuti metode kontrasepsi hormonal dan mengalami efek samping berupa hipertensi. Juga berpotensi mengalami kenaikan tekanan darah pada kehamiilan yang bisa berkembang menjadi pre eklampsia.
l. Pola kebiasaan sehari-hari
Nutrisi : Ibu yang mengkonsumsi garam berlebih meningkatkan factor terjadinya hipertensi
Eliminasi : Pada pre eklampsia atau eklampsi kadang terjadi oliguri
Aktivitas : Aktivitas yang terlalu berat dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.
Istirahat : Ibu hamil yang waktu istirahatnya tidak adequate juga menyebabkan terjadinya peningakatan tekanan darah.
Kebiasaan : Untuk melihat kebiasaan ibu yang dapat meningkatkan resiko terjadinya Preeklampsi / eklampsi. Seperti merokok yang dapat menimbulkan hipertensi.
m. Keadaan psikososial, sosbud
Psikososial : Keadaan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan, stress berat pada ibu hamil dapat meningkatkan tekanan darah.
Sosial budaya : Hubungan yang buruk antara ibu dan suami serta keluarga potensial menyebabkan tekanan mental pada ibu hamil.
n. Latar belakang budaya
Penghargaan yang tinggi pada ibu yang sedang hamil melalui upaya–upaya ada meningkatan motivasi dan penerimaan ibu terhadap kehamilannya. Kedekatan ibu hamil dengan tenaga kesehatan memudahkan komunikasi antara keduanya.
o. Data Spiritual
Kecemasan ibu yang sedang mengalami eklampsi dapat diselesaikan dengan cara mendalami agama.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum dan TTV
Keadaan umum : KU yang jelek merupakan salah satu gejala adanya eklampsi
Kesadaran : Composmentis, apatis, letargi, somnolen ibu yang menunjukkan apatis merupakan tanda awal kejang.
TD : TD ≤ 140/90 mmHg merupakan tanda terjadinya PER
TD ≥ 140/90 mmHg merupakan tanda terjadinya PEB
Nadi : Pada PE terjadi peningkatan nadi
RR : Terjadi peningkatan untuk memenuhi suplai oksigen karena terjadi vasospasme
BB : Peningakatan lebih dari 9-13,5 kg selama kehamilan bisa menyebabkan terjadinya pre eklampsi atau kenaikan 1,5 kg / seminggu
b. Pemeriksaan khusus
* Inspeksi
Muka : Oedem yang terjadi pada muka merupakan gejala adanya pre eklampsi akibat adanya darah tinggi
Mata : Penglihatan kabur merupakan tanda terjadinya PEB
Hidung : Pernafasan cuping hidung menandakan adanya asfiksia pada ibu
Mulut : Bibir sianosis menandakan adanya penyakit jantung dan asfiksi pada ibu
Leher : Pembendungan vena jugularis menandakan penyakit jantung, pembesaran kelenjar tyroid menunjukkan adanya penyakit paru berat.
Perut : Pembesaran uterus lebih besar dari UK merupakan tanda adanya gemelli, hidramnion ataupun mola hidatidosa.
* Palpasi
Leher : Teraba pembesaran kelenjar tyroid merupakan tanda dari hypothyroid. Teraba pembendungan vena jugularis merupakan tanda penyakit jantung.
Perut
Leopold I : TFU 3 jari di bawah Px, teraba bokong
Leopold II : Puki, bagian kecil janin teraba di sebelah kanan
Leopold III : Teraba kepala, belum / sudah masuk PAP
Leopold IV : Convergen, sejajar atau divergen
Ekstermitas : Oedem menunjukkan adanya gejala pre eklampsi
* Auskultasi
DJJ terdengar ireguler / regular, frekuensi 120-160 x/menit, terdengar di atas / dibawah pusat.
* Perkusi
Reflek patella +/+
Pada eklampsi terjadi hiperrefleksia
* Pemeriksaan dalam
Vulva/vagina : Terdapat tanda-tanda persalinan (show / ketuban) atau tidak
Pembukaan : 4-10 cm
Effasement : 25-100%
Ketuban : Utuh/tidak
Bagian terdahulu : Kepala
Sekitar bagian terdahulu : Apakah ada bagian kecil janin disekitar bagian terendah
Gelungsur : Hodge berapa
* Pemeriksaan Penunjang
Proteinuria (+) / lebih merupakan tanda pre eklampsi NST dan USG untuk menilai kesejahteraan janin
2.2.2 Diagnosa
Dx : G….P…. UK…Minggu, aterm, tunggal/ganda, hidup, intrauterin/ekstra dengan eklampsi
2.2.3 Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial adalah diagnosa yang berpotensi terjadi akibat masalah yang ada. Langkah ini penting dalam melakukan asuhan yang sama.

2.2.4 Tindakan Segera
Tindakan yang harus segera dilakukan untuk mengatasi masalah / diagnosa potensial.
2.2.5 Intervensi
1) Kehamilan preterm (<37 minggu), dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
a. Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
b. Lebih banyak istirahat
c. Diet biasa
d. Tidak perlu diberi obat-obatan
e. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
– Diet biasa
– Pantau tekanan darah 2x sehari, proteinuria 1 x sehari
– Tidak perlu obat-obatan
– Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau gagal ginjal akut.
– Jika tekanan darah diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan:
*nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda pre eklampsia berat
*kontrol 2 kali seminggu
*jika tekanan diastolik naik lagi maka rawat kembali
– Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan maka harus tetap dirawat
– Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan
– Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai pre eklampsia berat
2) Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih), pertimbangkan terminasi kehamilan
• Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5IU dalam 500ml dekstrose IV 10 tetes/mnt atau dengan prostaglandin
• Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau terminasi dengan seksio sesarea.
• Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan
2.2.6 Implementasi
Pelaksanaan dari intervensi
2.2.7 Evaluasi
Pemantauan kembali atas hasil dari pelaksaan yang telah dilakukan.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PREEKLAMPSIA

Published 10 Desember 2012 by Midwife Rizqi Dyan

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1              Latar Belakang

Preeklamsia dan eklamsia merupakan suatu komplikasi dari hipertensi pada ibu hamil. Dan preeklamsia dapat dibagi lagi menjadi preeklamsia ringan dan berat. Di indonesia, setelah perdarahan dan infeksi preeklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Kekurangan gizi hingga kini masih menjadi masalah besar bagi dunia ketiga, termasuk indonesia. Masalah gizi menjadi serius sebab akan berdampak pada melemahnya daya saing bangsa akibat tingginya angka kesakitan dan kematian , serta timbulnya gangguan kecerdasan dan kognitif anak. Golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, bayi, dan balita. Kecenderungan semakin tingginya angka kekurangan energi protein pada ibu hamil akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian ibu serta ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi yang lahir dengan berat 2500 gram rentan terhadap gangguan pertumbuhan dan kecerdasan. Anak yang kekurangan gizi saat lahir atau semasa bayi berisiko terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus pada masa dewasa. Resiko kematian akibat kekurangan gizi juga lebih besar, justru dalam usia produktif. Pada kehamilan, selain terjadi perubahan psikologis, juga fisiologi.
Oleh karena itu, menegakkan diagnosis dini pre eklamsia dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi eklamsia merupakan tujuan pengobatan. Diperkirakan pre eklamsia terjadi 5 % kehamilan, lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama. Juga pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi atau menderita penyakit pembuluh darah. Preeklamsia dan eklamsia merupakan suatu komplikasi dari hipertensi pada ibu hamil. Dan preeklamsia dapat dibagi lagi menjadi preeklamsia ringan dan berat. Di indonesia, setelah perdarahan dan infeksi preeklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Kekurangan gizi hingga kini masih menjadi masalah besar bagi dunia ketiga, termasuk indonesia. Masalah gizi menjadi serius sebab akan berdampak pada melemahnya daya saing bangsa akibat tingginya angka kesakitan dan kematian , serta timbulnya gangguan kecerdasan dan kognitif anak. Golongan yang paling rentan terhadap kekurangan gizi adalah ibu hamil, bayi, dan balita. Kecenderungan semakin tingginya angka kekurangan energi protein pada ibu hamil akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian ibu serta ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi yang lahir dengan berat 2500 gram rentan terhadap gangguan pertumbuhan dan kecerdasan. Anak yang kekurangan gizi saat lahir atau semasa bayi berisiko terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah, serta diabetes melitus pada masa dewasa. Resiko kematian akibat kekurangan gizi juga lebih besar, justru dalam usia produktif. Pada kehamilan, selain terjadi perubahan psikologis, juga fisiologi. Oleh karena itu, menegakkan diagnosis dini pre eklamsia dan mencegah agar jangan berlanjut menjadi eklamsia merupakan tujuan pengobatan. Diperkirakan pre eklamsia terjadi 5 % kehamilan, lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama. Juga pada wanita yang sebelumnya menderita tekanan darah tinggi atau menderita penyakit pembuluh darah.

 

1.2              Rumusan Masalah

1.2.1    Apakah pengertian preeklamsi dan eklampsia?

1.2.2    Bagaimana etiologi preeklampsi dan eklampsi ?

1.2.3    Bagaimana patofisiologi preeklampsi dan eklampsi ?

1.2.4    Bagaimana tanda gejala preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan ?

1.2.5    Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada preeklamsi dan eklamsi pada          kehamilan ?

1.2.6    Bagaimana pengobatan/penanganan preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan ?

1.2.7    Apa saja komplikasi preeklampsia dan eklampsi ?

 

1.3              Tujuan

1.3.1        Tujuan Umum

Untuk dapat mengetahui serta dapat memahami mengenai permasalahan dalam penyakit preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan serta upaya penanggulangannya

1.3.2        Tujuan Khusus

1.3.2.1      Untuk mengetahui pengertian dari penyakit preeklamsi dan       eklamsi pada kehamilan

1.3.2.2      Untuk mengetahui tanda dan gejala preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan

1.3.2.3      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada penyakit preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan

1.3.2.4      Untuk mengetahui pengobatan penyakit preeklamsi dan eklamsi pada kehamilan

1.4              Manfaat

1.4.1    Diharapkan mahasiswa mengetahui tentang preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan

1.4.2    Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang pemeriksaan diagnostik preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan

 

 

BAB 2

PEMBAHASAN

 

2.1    Definisi

2.1.1  Preeklamsi

Pre-eklampsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,edema,dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (prof. Dr. Hanifa wiknjosastro, DSOG,dkk,1999:282)

2.1.2  Eklamsi

Ekslampsia merupakan penyakit akut dengan kejang-kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam masa nifas disertai dengan hipertensi,edema,dan proteinuria (PUSDIKNAKES,Depkes RI, 1990;9).

 

2.2    Etiologi

Penyebab preeklamsia dan eklampsia secara pasti belum di ketahui.
Teori yang bayak di kemukakan sebagai penyebabnya adalah adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke plasenta. Faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara lain :

  1. Diabetes militus
  2. Gangguan ginjal kronik
  3. Hipertensi
  4. Molahydatidosa
  5. Polyhydramnion
  6. Primi grapida tua

 

2.3  Patofisiologi

Menurut Mochtar (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.

Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada  beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan . Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia. Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi  pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada eklampsia akan menurun.

Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang  akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.

Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

 

2.4. Tanda dan Gejala

2.4.1Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala:

  • Penambahan berat badan yang berlebihan → terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali
  • Edema → peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
  • Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
  • Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg ATAU
  • Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU
  • Tekanan diastolik > 15 mmHg
  • Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat PE.

Pada kehamilan dengan pre eklamsia dapat terjadi tekanan intra uterin atau kelainan pada pembuluh darah sehingga aliran darah di uteri plasenta terganggu yang akibatnya terjadi iskemia uteri. Hal ini dapat menimbulkan pengeluaran renin dan terjadi penurunan aliran darah dari uterus mengalir ke seluruh tubuh ibu dalam merangsang angiotensi I dan II yang mempunyai khasiat dalam spasme pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi.

  • Protein urine
    • ProteinuriaTerdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU pemeriksaan kualitatif +1 / +2.
    • Kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin porsi tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

2.4.2        Diagnosis preeklampsia berat (PEB) bila ada gejala:

  • TD sistolik ≥ 160 mmHg ATAU diastolik ≥ 110 mmHg
  • Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup
  • Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam)
  • Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
  • Nyeri epigastrium dan ikterus
  • Edema paru atau sianosis
  • Trombositopenia
  • Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

2.4.3   Diagnosis eklampsia:

  • Gejala-gejala preeklampsi disertai kejang atau koma

 

2.5            Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:

1)   Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn hapusan darah, penurunan hemoglobin( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ), hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ), trombosit menurun( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3). Hematokrit merupakan volume eritrosit per 100 mL dinyatakan dalam %. Peningkatan hematokrit biasanya terjadi pada :

  • • Hemokonsentrasi
    • PPOK
    • Gagal jantung kongesif
    • Perokok
    • Preeklampsia
    Penurunan hematokrit biasanya terjadi pada :
    • Anemia
    • Leukimia
    • Hipertiroid
    • Penyakit Hati Kronis
    • Hemolisis (reaksi terhadap transfusi, reaksi kimia, infeksi, terbakar, pacu jantung buatan)
    • Penyakit sistemik (Kanker, Lupus, Sarcoidosis)

Trombosit dalam sirkulasi normalnya bertahan 1 minggu. Trombosit membantu pembekuan darah dan menjaga integritas vaskular. Beberapa kelainan morfologi trombosit antara lain giant platelet (trombosit raksasa) dan platelet clumping (trombosit bergerombol). Trombosit yang tinggi disebut trombositosis, pada sebagian orang tidak muncul keluhan, namun pada sebagian orang yang lain menimbulkan myeloproliferative disorder. Trombosit rendah (trombositopenia) dapat ditemukan pada sindrom HELLP, demam berdarah, koagulasi intravaskular diseminata (KID/DIC), supresi sumsum tulang, idiopatik trombositopenia purpura (ITP) dll.

2)   Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

Kenaikan berat badan dan edema yng di sebabkan penimbunan cairan yang berlebih dalam ruang instertisial belum diketahui sebabnya. Pada pre eklamsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi garam dan natrium. Pada pre eklamsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

3)   Pemeriksaan fungsi hati

  • Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
  • LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
  • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
  • Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45)
  • Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
  • Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

 

2.6         Penanganan

2.6.1  Preeklampsia Ringan (PER)

  • Pastikan usia kehamilan, kematangan serviks dan kemungkinan PJT.
  • Pasien rawat jalan:
    • Anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur > 8 jam malam hari. Bila susah tidur dapat diberikan fenobarbital 1 – 2 x 30 mg atau asetosal 1 x 80 mg.
    • Kunjungan ulang 1 minggu kemudian, periksa perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin (keluhan subyektif, peningkatan BB berlebihan, kenaikan TD, melakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan terutama protein urin).
    • Rawat apabila:
      • Tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rawat jalan, BB meningkat berlebihan (> 1 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut) atau tampak tanda-tanda PEB.
      • Beri obat antihipertensi metildopa 3 x 125 mg (dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 1500 mg), nifedipin 3 – 8 x 15 – 10 mg atau Adalat Retard® 2 – 3 x 20 mg atau pindolol 1- 3 x 5 mg (dosis maksimal 30 mg). Tidak perlu diberikan diet rendah garam dan jangan diberikan diuretik.
      • Bila keadaan ibu membaik dan TD dapat dipertahankan 140 – 150/90 – 110 mmHg:
        • Tunggu persalinan sampai aterm (berobat jalan) dan periksa tiap minggu.
        • Kurangi dosis obat hingga tercapai dosis optimal. BIla TD sulit dikendalikan, berikan kombinasi obat. TD tidak boleh < 120/80 mmHg.
        • Tunggu pengakhiran kehamilan sampai 40 minggu, kecuali terdapat PJT, kelainan fungsi hepar/ginjal dan peningkatan proteinuria (± 3). Pada kehamilan > 37 minggu dengan serviks matang, lakukan induksi persalinan (spontan atau dipercepat dengan ekstraksi).

2.6.2  Preeklampsia Berat (PEB)

  • Tujuan pengobatan: mencegah kejang, memulihkan organ vital, melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.
  • Segera rawat di RS dengan penanganan awal:
    • Berikan MgSO4 dalam infus dekstrosa 5% kecepatan 15 – 20 tetes per menit. Dosis awal MgSO4 2 g IV dalam 10 menit, selanjutnya 2 g/jam drip sampai TD stabil (140 – 150/90 – 100 mmHg). Berikan sampai 24 jam pascapersalinan, hentikan bila 6 jam pascapersalinan ada perbaikan nyata atau ada tanda-tanda intoksikasi. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella kuat, RR > 16x/menit dan diuresis >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/kgBB/jam). Harus tersedia antidot MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10 % yang dapat segera diberikan IV dalam 3 menit. Pantau TD, suhu, perasaan panas dan wajah merah selama pemberian MgSO4.
    • Berikan nifedipin 3 – 4 x 10 mg oral. Bila pada jam ke-4 tekanan diastolik belum turun sampai 20 %, berikan tambahan 10 mg oral (dosis max 80 mg/hari). Bila tekanan diastolik meningkat ≥ 110 mmHg, berikan tambahan sublingual (tujuannya untuk penurunan TD 20% dalam 6 jam, kemudian diharapkan menjadi stabil (140 – 150/90 – 100 mmHg). Bila sulit dikendalikan, dapat dikombinasi dengan pindolol.
    • Periksa TD, FN, RR tiap jam. Pasang kateter dan kantong urin. Ukur urin setiap 6 jam, bila < 100 ml/4 jam, kurangi dosis MgSO4 menjadi 1 g/jam.
    • Lakukan USG dan CTG (minimal 2 x/24 jam)
    • Penanganan lanjutan:
      • Konservatif  bila kehamilan < 35 minggu tanpa impending eklampsia dan gawat janin. Prinsip terapi serupa dengan yang akitf, hanya tidak dilakukan terminasi kehamilan. Pemberian MgSO4 2 mg IV dilanjutkan 2 g/jam drip dalam infus dekstrosa 5% 500 ml/6 jam dapat dihentikan bila ada tanda-tanda PER, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila tidak ada perbaikan ATAU dalam 6 jam pengobatan terdapat peningkatan TD, terapi dianggap gagal dan lakukan terminasi kehamilan.
      • Penanganan aktif  kehamilan ≥ 35 minggu, impending eklampsia, terapi konservatif gagal, gawat janin, PJT dan sindrom HELLP.
      • CTG:
        • Fungsi dinamik janin plasenta baik (reaktif, ketuban cukup, gerak napas baik, tidak ada deselerasi lambat, tidak ada PJT, skor > 5) partus pervaginam.
        • Bila kurang baik  seksio (SC).
        • Induksi:
          • Dengan kateter Folley, amniotomi, prostaglandin E2 atau infus oksitosin (5 IU dalam 500 ml glukosa 5% dimulai dengan 4 tetes, naikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his 2-3 x/10 menit, max 20 tetes/menit supaya tidak terjada edema paru)
          • Kala 2:
            • Partus spontan  bila tidak perlu meneran terlalu kuat dan TD terkendali. Periksa TD tiap 10 menit.
            • Vakum/forsep  bila persalinan tidak lancar, janin tidak lahir dalam 15 menit, pasien terpaksa meneran kuat, atau ada indikasi gawat janin.
          • Saat bayi lahir:
            • Berikan oksitosin 10 IU IM pada ibu agar perdarahan minimal.
            • Lahirkan plasenta bila kontraksi maksimal dan terdapat tanda lepasnya plasenta.
            • Perdarahan > 400 ml kompresi bimanual + ergometrin 0,1 mg IM.
          • Pascapersalinan:
            • Infus tidak boleh lebih dari 60 ml/jam karena ibu bisa makan-minum + bahaya edema paru
            • Makanan  protein 1,5g/kgBB. Bila uremia à protein 0,6 g/kgBB.
          • Ada edema paru, payah jantung kongestif, edema anasarka:
            • Diuretik  furosemid 40 mg
            • O2 nasal kanul 4 – 6 l/menit
            • AGD  untuk koreksi asidosis
            • Nifedipin + O2 + posisi setengah duduk + furosemid bolus à TD dan beban jantung berkurang
            • Ada payah jantung  digitalis
            • Tidak ada perbaikan dalam 6 jam, PCO2 > 70 mmHg dan PO2 < 60 mmHg  ventilasi mekanik
          • Obat suportif:
            • Suhu rektal > 38, 5OC à antipiretik + kompres dingin/alkohol
            • Antibiotik  atas indikasi
            • Antinyeri  petidin HCl 50 – 70 mg 1x selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir bila pasien gelisah atau kesakitan karena kontraksi rahim
          • SC:
            • Anestesi umum N2O à keuntungan: relaksasi sedasi ibu + dampak relatif kecil pada janin
            • Anestesi epidural/spinal  bila tidak ada tanda DIC
            • Anestesi lokal  indikasi terminasi segera dengan keadaan ibu kurang baik

2.6.3  Eklampsia

  • Harus ditangani di rumah sakit
  • Pengobatan awal sebelum merujuk ke RS (mengatasi kejang dan hipertensi):
    • O2 4 – 6 l/menit
    • Infus dekstrosa 5% 500 ml/6 jam 20 tetes/menit
    • Pasang kateter urin
    • Pasang goedel/spatel
    • Bahu diganjal dengan kain setebal 5 cm agar leher defleksi sedikit
    • Posisi tempat tidur sedikit fowler agar kepala tetap tinggi
    • Fiksasi pasien agar tidak jatuh
    • Di RS:
      • MgSO4 2 g IV dalam 10 menit, selanjutnya 2 g/jam drip sampai TD stabil (140 – 150/90 – 100 mmHg). Bila belum stabil, obat tetap diberikan
      • Kejang à dosis tambahan MgSO42 g IV minimal 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan sekali saja. Bila tetap kejang à amobarbital 3 – 5 mg/kgBB IV perlahan ATAU fenobarbital 250 mg IM ATAU diazepam 10 mg IV.
      • Bila kontraindikasi MgSO4 :
      • Diazepam: dosis awal 20 mg IM ATAU 10 mg IV perlahan dalam 1 menit / lebih. Dosis maintenance dekstrosa 5% 500 ml + 40 mg diazepam 20 tetes/menit, dosis max 2000 ml/24 jam. Pemberian diazepam lebih disukai pada eklampsia puerperalis karena pada dosis tinggi menyebabkan hipotonia neonatus.
      • Fenobarbital: 120 – 240 mg IV perlahan (60 mg/menit), dosis max 1000 mg.
        • Koma  monitor kesadaran dengan GCS
        • Obat suportif  sama dengan PEB
        • Penanganan obstetri:
        • Terminasi kehamilan tanpa melihat usia kehamilan dan keadaan janin
        • Terminasi kehamilan bila sudah terjadi pemulihan hemodinamika dan metabolisme ibu  4 – 8 jam setelah pemberian obat antikejang dan antihipertensi terakhir, setelah kejang terakhir, atau setelah pasien sadar.
        • Cara terminasi  sama dengan PEB.
          • Pascapersalinan:
          • Lanjutkan MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau selama TD belum dapat dikendalikan.
          • Pasien dengan penurunan kesadaran (belum bisa makan) kalori 1500 kal IV atau NGT dalam 24 jam

 

2.7     Komplikasi

Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada preeklamsia dan eklampsia:
1. Solusio plasenta
2. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis
3. Pendarahan otak
4. Siendrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet
5. Kematian ibu dan janin.
6. Hypofibrinogenemia
7. Kelainan mata
8. Nekrosif hati.
9. Kelainan ginjal.
10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterina

BAB 3

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

Pre-eklampsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,edema,dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Ekslampsia merupakan penyakit akut dengan kejang-kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam masa nifas disertai dengan hipertensi,edema,dan proteinuria.

Diagnosis PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala:

  • Penambahan berat badan yang berlebihan → terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali
  • Edema → peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
  • Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
  • Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg ATAU
  • Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU
  • Tekanan diastolik > 15 mmHg
  • Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat PE.
  • Protein urine.
    • ProteinuriaTerdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU pemeriksaan kualitatif +1 / +2.
    • Kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin porsi tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:

1)   Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn hapusan darah, penurunan hemoglobin( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ), hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ), trombosit menurun( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3).

2)   Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

3)   Pemeriksaan fungsi hati

  • Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
  • LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
  • Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
  • Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45)
  • Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )
  • Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

 

3.2       Saran

Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang Penyakit preeklamsi dan eklamsi dalam kehamilan, disini penulis meminta kritik dan saran yang membangun.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memperluas pengetahuan bagi pembaca.